Psikologi
humanistik merupakan salah satu aliran dalam
psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan
eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun
1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark
Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara
khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri),
aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran
psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan
behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal
mulanya datang dari psikoanalisisala Freud yang berusaha memahami tentang
kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna
menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa
perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam
diri.
Kekuatan
psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov
dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan
Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor
eksternal dari lingkungan.
Dalam
mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang
dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan
menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan
menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan
dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5
(lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia
tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan
tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki
kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia
memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya;
dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan
kreativitas.
Terdapat
beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap
perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949)
dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa
seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya,
bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri,
melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian.
Dari
pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis
tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah
membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang
merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini
bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian
mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia
dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan
dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik.
Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat
diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang
menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya
proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang
kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada
hubungan emosional antara guru dengan siswa
Berkenaan
dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan
pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup
manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan
humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia
secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah.
Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang
mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang
psikologi.
Sebaliknya,
psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak
mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga
dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil
pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan
konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers
dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk
dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan
pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien
sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting
dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain
memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik
juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan
sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan
humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui
pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan
keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik
ini.
0 komentar:
Posting Komentar